وَلِيَعْلَمَ الَّذِيْنَ نَافَقُوْا ۖوَقِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَوِ ادْفَعُوْا ۗ قَالُوْا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَّاتَّبَعْنٰكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَىِٕذٍ اَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْاِيْمَانِ ۚ يَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِهِمْ مَّا لَيْسَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ ۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُوْنَۚ167
Dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan, “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu).” Mereka berkata, “Sekiranya kami mengetahui (bagaimana cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu.” Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
Tafsir Kemenag
Demikian juga agar orang-orang munafik dapat diketahui kemunafikannya dengan nyata. Pada waktu Perang Uhud jumlah tentara Islam 1.000 orang kemudian ditengah jalan 300 orang yang tergolong munafikin di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay telah kembali ke Medinah. Maka Perang Uhud merupakan pemisah antara tentara yang benar-benar beriman dan yang setengah-setengah imannya, yakni golongan munafik.
Kaum munafikin pada waktu diajak berperang fi sabilillah menegakkan agama Allah, mempertahankan hak dan keadilan dan menolak kebatilan dan kemungkaran guna mencari rida Allah atau berperang untuk menjaga diri dan mempertahankan tanah tumpah darahnya, mereka menjawab, "Jika kami mengetahui bahwa kita dapat dan mampu berperang pasti kami mengikuti kaum Muslimin." Tetapi mereka menilai bahwa kaum Muslimin berperang pada waktu itu semata-mata menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Sebenarnya mereka lebih cenderung kepada kekafiran daripada keimanan dan apa yang mereka katakan bukan sebenarnya apa yang ada dalam hati mereka. Allah mengetahui kemunafikan yang mereka sembunyikan dalam hati mereka.
Sumber:
Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia