وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ 12
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, ”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”
Tafsir Kemenag
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Lukman hikmah, yaitu perasaan yang halus, akal pikiran, dan kearifan yang dapat menyampaikannya kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar menuju kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat itu. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Lukman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan hikmah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Berdasarkan riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Ibnu Abi Dunya, Ibnu Jarir ath-thabari, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi hatim dari Ibnu 'Abbas bahwa Lukman adalah seorang hamba/budak dan tukang kayu dari Habasyah. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa Lukman adalah seorang yang arif, bijak, dan bukan nabi.
Banyak riwayat yang menerangkan asal-usul Lukman ini, dan riwayat-riwayat itu antara yang satu dengan yang lain tidak ada kesesuaian. Said bin Musayyab mengatakan bahwa Lukman berasal dari Sudan, sebelah selatan Mesir. Zamakhsyari dan Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Lukman termasuk keturunan Bani Israil dan salah seorang cucu Azar, ayah Ibrahim. Menurut pendapat ini, Lukman hidup sebelum kedatangan Nabi Daud. Sedang menurut al-Waqidi, ia salah seorang qadhi Bani Israil. Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Lukman hanyalah seorang yang sangat saleh (wali), bukan seorang nabi.
Terlepas dari semua pendapat riwayat di atas, apakah Lukman itu seorang nabi atau bukan, apakah ia orang Sudan atau keturunan Bani Israil, maka yang jelas dan diyakini ialah Lukman adalah seorang hamba Allah yang telah dianugerahi hikmah, mempunyai akidah yang benar, memahami dasar-dasar agama Allah, dan mengetahui akhlak yang mulia. Namanya disebut dalam Al-Qur'an sebagai salah seorang yang selalu menghambakan diri kepada-Nya.
Sebagai tanda bahwa Lukman itu seorang hamba Allah yang selalu taat kepada-Nya, merasakan kebesaran dan kekuasaan-Nya di alam semesta ini adalah sikapnya yang selalu bersyukur kepada Allah. Ia merasa dirinya sangat tergantung kepada nikmat Allah itu dan merasa dia telah mendapat hikmah dari-Nya.
Menurut riwayat dari Ibnu 'Umar bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Lukman bukanlah seorang nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak melakukan tafakur, ia mencintai Allah, maka Allah mencintainya pula."
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang yang bersyukur kepada Allah, berarti ia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, Allah akan menganugerahkan kepadanya pahala yang banyak karena syukurnya itu. Allah berfirman:
Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia. (an-Naml/27: 40)
Sufyan bin Uyainah berkata, "Siapa yang melakukan salat lima waktu berarti ia bersyukur kepada Allah, dan orang yang berdoa untuk kedua orang tuanya setiap usai salat, ia telah bersyukur kepada keduanya."
Orang-orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada-Nya berarti ia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, karena Allah tidak akan memberinya pahala bahkan menyiksanya dengan siksaan yang pedih. Allah sendiri tidak memerlukan syukur hamba-Nya karena syukur hamba-Nya itu tidak akan memberikan keuntungan kepada-Nya sedikit pun, dan tidak pula akan menambah kemuliaan-Nya. Dia Mahakuasa lagi Maha Terpuji.
Sumber:
Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia